3. Medan


This city is soooo special for me. Hal ini dikarenakan saya pernah tinggal dua bulan disini dan kerasan abis. Yang paling bikin kerasan tidak lain dan tidak bukan adalah karena makanannyaaa~ Bayangkan ya teman-teman, I've gained weight about 5 kilos in two months! Rekor. Karena biasanya paling banter cuman sekilo setahun. 

Yah. Karena cerita ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya, maka mari dilanjutkan perjalanannya...

Kami sampai di bandara Kuala Namu sekitar pukul 7 malam dan dijemput oleh driver. Dari Bandara Kuala Namu ke pusat kota Medan jaraknya cukup jauh. Kalau naik mobil bisa sekitar 1 setengah jam (naik taksi hampir 200 ribu). Paling cepat sih naik kereta api yang lama perjalanannya hanya sekitar 45 menit dengan biaya 90-120 ribu rupiah. Turun di stasiun Medan (tepat di belakang Merdeka Walk). Hanya saja kalau beramai-ramai ditotal jadi mahal. Alternatif lain adalah naik bus Damri, tapi tidak sampai ke pusat kota. Biayanya hanya 20 ribu rupiah. :)

Dari bandara kami mampir di Sate Padang Alfresco di daerah Jalan Setiabudi. Sate Padang Alfresco juga ada di daerah Merdeka Walk. Tepatnya di sebelah Bank Mandiri, Sate padang ini adalah sate padang terenak pertama yang saya makan. Rasanya, kata teman Padang saya masih kalah dengan sate padang Mak Sukur yang memang original hanya ada di Padang. Bagi saya sih sama enaknya. Hahaha. Di sebelah sate padang juga terdapat Martabak Ardhy yang menjual martabak kubang dan terang bulan ala india yang super lezat dan melimpah.

Martabak Ardhy. Photo taken by yossy hana
Keesokan harinya, untuk sarapan, kami mencari Bihun Bebek Asie di daerah Kumango, dekat dengan Merdeka Walk. Asli lah ya. Bihun Bebek adalah makanan olahan bebek terenak sepanjang 25 tahun hidup saya (lebay). Makanan ini terdiri dari bihun yang diberi suwiran daging bebek, sayuran dan daun bawang diatasnya dan dimakan dengan dicampur kuah bebek dan sambal khas Cina. Sebenarnya ada banyak warung bihun bebek di Medan, namun Bihun Bebek Asie, berdasarkan riset saya, adalah satu-satunya warung bihun bebek yang tidak menggunakan babi. Daan, sayangnya saat kami ke sana warung Bihun Bebek Asie (sekali lagi) tutup. Terhitung sepanjang saya di Medan, saya sudah mendatangi warung ini tiga kali dan hanya sekali dari tiga kunjungan saya warung ini buka. *sigh. susah cari makanan enak. 

Bebek Bihun Asie. Photo credit to @yossyhana
Karena gagal kami akhirnya pindah tempat sarapan ke warung Soto Sinar Pagi di Jalan Sei Deli. Warung ini cukup terkenal di Medan dan rame abis. Soto yang disajikan adalah soto santan mirip dengan Soto Betawi tapi beda rasa. Sorry, I can not describe more. :D

Setelah sarapan kami pergi ke Istana Maimun dengan menggunakan bentor alias becak motor dimana satu bentor bisa cukup sampai 4 orang (kalau nggak cukup bisa dibonceng di belakang bapaknya). Saat itu kami diberi harga 20 ribu.
Miniatur Istana Maimun di Bandara Kuala Namu

Istana Maimun sebelumnya merupakan istana Kerajaan Deli yang dibangun sekitar tahun 1891. Saat ini, meskipun telah menjadi museum, Istana Maimun masih ditinggali oleh sebagian keluarga kerajaan. Hanya lantai dua yang dibuka untuk umum dan tidak banyak barang yang dipamerkan. Hanya saja, di sini anda bisa menyewa pakaian adat melayu dan bergaya ala ala anggota kerajaan. Entrance fee nya hanya lima ribu rupiah.

Band Melayu di depan Istana Maimun


Bergaya ala putri kerajaan Melayu

Dari Istana Maimun kami pergi ke rumah Tjong A Fie, orang paling kaya di Sumatra Utara pada zaman dahulu di daerah Kesawan. Tjong A Fie adalah seorang pebisnis dari Cina. Usaha Tjong A Fie sebagian besar berasal dari perkebunan. Entrance feenya 35 ribu rupiah. Kalau disini, kita akan diberikan tourguide yang akan menjelaskan setiap ruangan yang ada di rumah tersebut. Rumah Tjong A Fie penuh dengan ornamen-ornamen khas Cina dan porselen-porselen apik. Barang paling unik di rumah ini menurut saya adalah penyedot debu. Penyedot debunya antik karena gede banget dan bentuknya aneh. Hahaha. Mungkin penyedot debu generasi pertama ya.
Tjong A Fie Tampak Depan. credit to yossy hana

Peralatan Makan. credit to yossyhanna
Penyedot Debu

Setelah dari Tjong A Fie, kami makan durian di Durian Ucok. Kayaknya belum pas kalau ke Medan tapi belum mencoba Durian Ucok. Setelah itu kami bersiap untuk meninggalkan Medan.

Sebenarnya ada beberapa tempat yang layak dikunjungi dan dicicipi. Tempat-tempat tersebut adalah:

1. Lapangan Merdeka (Merdeka Walk)

Merdeka Walk terletak di depan stasiun Medan. Tempat ini sebenarnya semacam Pujasera ya, tapi ditata apik.Ada banyak restoran di sini, dari yang restoran Indonesia hingga fast food. Saat itu saya makan di Jala-Jala. Dimsum disini enak banget, isinya ga nanggung-nanggung. Pancake duriannya juga enak banget. Harganya memang mahal sih. 50 ribu dapat dua. Tapi asli enak. Lebih enak dari pancake durian Ucok menurut saya. Wajib coba!

2. Tip Top
Restoran ini merupakan salah satu restoran tertua di Medan. Letaknya ada di daerah Kesawan, kira kira 100 meter dari rumah Tjong A Fie. Berdiri sejak 1934, restoran ini terutama terkenal dengan es krimnya. Sayangnya, beberapa jenis es krim mengandung rhum, jadi saya tidak bisa mencoba. Untuk makanannya saya baru mencoba nasi goreng. Lebih gurih dari nasi goreng di Jawa, tapi hampir semua nasi goreng di Medan rasanya seperti itu sih. Bakery-nya juga terkenal enak. Namun saya belum mencoba. Mungkin untuk referensi lebih bisa coba liat https://makanmana.net/2012/09/18/tip-top-restaurant-lunch-room-bakery-and-cake-shop-medan/

Namanya aneh kan? @Sam's
3. Sam's Boulangerie & Howey Pattisier
Sam's Bakery letaknya ada di sebelah Roemah Kopi Wak Noer, di daerah Jalan Uskup Agung dekat dengan rumah walikota. Kalau di liat reviewnya di trip advisor, tagline untuk Sam's ini adalah The Best in Medan dan emang bener-bener the best! Suka banget sama rotinya. Meskipun namanya aneh-aneh sih tapi  rasanya ga se aneh namanya. Hoho. Cake disini juga enak (katanya), tapi belum mencoba. Sam's juga membuka outlet di Centre Point Mall.


Selain Sam's ada Howey Pattisier yang terkenal sama makaron dan cake nya. Kemaren nyoba Matcha Tiramisu satu slice enak. Letaknya agak susah dicari sih, di daerah  Jalan Kartini dan agak masuk gang tapi Howey ini punya online shop di http://www.howey.co/patissier/ dan bisa dikirim selama masih di area Medan. Howey juga memilliki outlet di Sun Plaza Medan.


Enjoying Cake @Howey

4. Roemah Kopi Wak Noer
Specialized in Loewak Coffee. Tapi karena saya tidak seberapa suka kopi, saya hanya memesan Mocchacino dan tidak berekspektasi banyak. Sayangnya, mereka mengalahkan ekspektasi saya. Kopinya enak banget! Karena rasa melebihi ekspektasi, saya akhirnya mencoba lima kopi lain yang dipesan teman saya. Komennya tetap satu. Enak! Suasananya juga cozy, cocok lah buat hangout. Kalau mau ditemani roti tinggal beli di Sam's. :)

5. Lain -lain
Ada banyak makanan lain yang wajib dicoba di Medan. Tapi yang paling berkesan adalah Bakso Pak Amat, Mie Aceh Titi Bobrok dan Wajir Seafood. Kalau pesan bakso di Medan akan diberi mie yang melimpah. Jadi jangan takut kurang kenyang. Untuk rasa dan porsi Bakso Pak Amat standar sih. Bedanya dengan bakso di Jawa ada bakso goreng yang enak. Mie Aceh Titi Bobrok ada di ujung Jalan Setiabudi. Menu paling favorit disini adalah Mie Aceh plus Kepiting. Tapi alat pemecah kepiting cuma disediakan sedikit. Jadi lah mecahin manual pakai gigi. Wajir Seafood hanya buka di malam hari dan ramainya minta ampun, terutama weekend. Rasanya sebelas dua belas sama Lae Lae Makassar. Etnis di Medan sebagian besar suku Batak, Cina dan India. Kalau mau nyobain cita rasa India ada di daerah belakang Sun Plaza dekat dengan Kedutaan India. Kalau Cina ada di daerah Kesawan dan daerah Sidikalang (Daerah Kwetiau Ateng yang baunya sedap kali tapi nggak bisa makan *grin). Kalau batak di mana mana ada. Hehe. Jangan heran kalau di Medan semua orang memakai bahasa lokalnya sendiri-sendiri. Yang Cina pakai bahasa cina, yang India pakai bahasa India, yang Jawa pakai bahasa Jawa, yang Batak pakai bahasa Batak. Yah. Tetap Unity in Diversity lah ya. Hehe.

6. Danau Toba
Dua bulan di Medan tapi nggak ke mana-mana? That's not me at all. Jadi, setelah ngajak sana, ngajak sini, jadilah saya pergi ke Parapat bersama tiga orang teman saya. Kami berangkat dengan Nice Taxi. Normalnya, satu penumpang dikenai harga 85 ribu rupiah, tapi karena kami menyewa satu taksi jadinya 500 ribu rupiah satu mobil. Mobilnya pakai Proton Exora. Tau lah ya rasanya gimana *grin

Perjalanan ke Parapat memakan waktu sekitar 5 jam. Dan turunnya tidak pas di pelabuhan. Biaya untuk menyebrang Danau Toba ke Pulau Samosir cukup murah. Hanya dengan 15 ribu rupiah anda sudah bisa diantarkan ke penginapan yang rata-rata ada di pinggiran danau. Ada dua pelabuhan di Parapat, Ajibata dan Tiga Raja. Anda perlu memastikan terlebih dahulu lokasi penginapan, karena Ajibata melayani penyebrangan ke Tomok sedangkan Tigaraja melayani penyebrangan ke Tuk Tuk. Penginapan kami ada di daerah Tuk Tuk sehingga kami menuju pelabuhan Tiga Raja.

Danau Toba yang tenang abis


Oh iya, saat itu liburan natal 2014 dan losmen yang kami sewa cukup murah. Hanya 300 ribu rupiah per malam. Kami menyewa untuk dua malam. Pemilik losmen merupakan seorang bule Jerman kalau nggak salah. Di losmen tersebut kami menyewa sepeda motor dengan harga 100 ribu rupiah per hari.

Untuk para kawan Muslim, for your information, di daerah Tuk Tuk ini kami susah mencari makanan yang benar-benar halal. Ada sih satu restoran yang menyediakan makanan muslim, namun untuk rasa kami kurang cocok. Paling bener ya bawa Sari Roti banyak-banyak. karena kalau bawa Pop Mie pun kami ragu-ragu dengan tempat memasak airnya. Jadilah diet terpaksa. :D

Kebanyakan rumah di Samosir bergaya khas Batak

Ada banyak spot yang patut dikunjungi sebenarnya disini. Tapi karena kami kurang riset jadilah kami jalan-jalan seadanya. Dari sini lah, saya mendapat pelajaran bahwa untuk traveling ke tempat yang belum pernah dikunjungi, harus totalitas di riset.

Kami pergi ke makam Raja Sidabutar dan menonton pertunjukan tarian Sigale-gale di Tomok. Di Tomok ada makanan padang yang halal gaes, Alhamdulillah. Setelah itu pergi ke Museum Huta Bolon dan balik lagi ke penginapan. Hari kedua kami main air dan jalan-jalan menikmati pemandangan Pulau Samosir yang masih alami.

Setelah menonton tarian tor tor di Makam raja Sidabutar
Esoknya kami main air terus pulang. Pulangnya kami naik Bagus Travel yang stand by di pelabuhan. Fee tetap 85 ribu rupiah. Mobilnya APV jadi lebih nyaman untuk tidur.

Feeling great after strolling around
Ini perjalanan singkat sih sebenarnya. Hanya berjalan selama tiga hari. Sehari di masing-masing kota. Dan diniatkan untuk merasakan empat jenis pesawat yang berbeda pabrikannya. Tiga pesawat itu adalah Boeing 737-800 NG, ATR 72-600 (baling-baling), CRJ1000 dan Airbus 330-200. Lengkap ya. Hahaha. Kali ini saya bersama tiga orang teman kuliah plus satu rekan kerja dan semuanya cewek. :)
The Crew of North Sumatra Roundtrip 2016
Awalnya, kami merencanakan berangkat di bulan Oktober 2015 dengan rute Sabang-Banda Aceh- Medan-Palembang selama empat hari. Tetapi, bencana asap membuat jadwal penerbangan kami ke Sabang dicancel dan diminta mengundur penerbangan dua hari kemudian. Galau karena jadwal yang kacau, kami akhirnya melakukan reschedule ticket untuk keberangkatan di bulan Februari 2016, namun dengan terpaksa rute Palembang di akhir itinerary kami hapus karena  terbatas
waktu dan eman cuti.

CRJ-1000. BTJ-KNO. Kalau ATR, Boeing sama Airbus udah sering liat kan ya. 

1. Sabang

Terbang dengan pesawat paling pagi, kami tiba di Sabang sekitar pukul sebelas siang. Kami langsung ke hotel untuk menaruh barang-barang dan menunggu tour guide yang kebetulan teman kami sendiri selesai beribadah sholat Jumat. Kami menginap di Casanemo, penginapan di pinggir Pantai Sumur Tiga. Kalau mau melihat Sunrise ya disini ini tempatnya.
Sunrise di Pantai Sumur Tiga, Belakang Casanemo

Selepas Sholat Jumat kami langsung pergi ke tempat snorkeling di daerah Iboih. Dari situ kami menyewa kapal ke Rubiah. Kami dikenakan biaya sewa 500 ribu rupiah lengkap dengan peralatan snorkelingnya. Perjalanan ke Pulau Rubiah tidak sampai setengah jam. 

Rubiah merupakan tempat snorkeling yang recommended. Ombak sangat kecil dan laut landai, sehingga kemungkinan tenggelam dan terbawa arus juga kecil. Hal ini menguntungkan bagi orang-orang yang tidak bisa berenang seperti saya. Kondisi perairan juga masih bersih dan alami sekali. Ikan yang ada banyak, lucu dan bermacam macam. Terumbu karang belum banyak yang rusak. Apik lah ya pokoknya. Sayang oh sayang, memory card GoPro teman saya bervirus, sehingga fotonya corrupted semua. Tapi kalau mau tahu foto-foto Sabang yang lain sih boleh intip instagram @solpapuji. Dijamin seketika pengen ke sana. :)

Kami selesai snorkeling sekitar pukul 5 sore, maunya sih lihat sunset di tugu nol kilometer yang jaraknya hanya setengah jam dari situ. Tapi cewek lah ya. Mandi  rencana 15 menit tapi extend jadi sejam. Hehehe. Gagal lah rencana ke Tugu Nol Kilometer. Kami akhirnya balik ke hotel dan makan malam di Taman Wisata Kuliner Kota Sabang. Yang wajib dicoba disini adalah Sate Guritaa~ Rasanya biasa aja sih. Cuman kapan lagi kan makan sate Gurita di tengah semilir angin pantai. Eits, waktu itu anginnya kenceng sih bukan semilir. :)

Puncak Balohan

Esoknya kami pergi ke puncak Balohan (spot selfie). Setelah itu baru  menuju pelabuhan untuk melanjutkan perjalanan ke Aceh dengan menggunakan speedboat (Ada kapal lambat juga. Sebelum pergi lebih baik cek jadwal di internet). Perjalanan dari Casanemo ke Balohan memakan waktu sekitar 1 jam. Saat itu kami mengambil kelas bisnis dengan harga 80 ribu rupiah per kursi. 






2. Banda Aceh

Perjalanan ke Banda Aceh (Pelabuhan Ulee Lheu) memakan waktu sekitar 1 jam. Perjalanan saat itu tidak seberapa mulus, Karena ber-AC, semua jendela di kapal ditutup sehingga bau mesin berputar terus di ruangan. Selain itu ombak lumayan besar dan sangat berasa karena kapal berkecepatan tinggi. Hasil akhirnya adalah mabok laut, meskipun tidak sampai muntah namun kepala pening tak terhindarkan,

Begitu keluar dari pelabuhan Ulee Lheu akan ada banyak orang yang menawarkan jasa sewa mobil. Saat itu kami mendapatkan harga 300 ribu rupiah untuk jalan-jalan setengah hari di kota Banda Aceh. 

Tempat pertama yang kami datangi adalah tempat sarapan. Hahaha. Sarapan kali ini adalah Nasi Gurih (Nasi Lemak) dan Teh Tarik. Saat itu kami dibawa Pak Sopir ke warung di daerah ruko/pasar dekat dengan Masjid Baiturrahman. Lupa nama jalannya ya. Komen pertama, nasinya enak banget ASELI! Jika dibandingkan dengan nasi lemak Kuala Lumpur dan Nasi Uduk Jawa, Nasi Gurih Banda Aceh nomor satu lah so far! Teh tariknya juga tidak eneg seperti teh susu di Jawa. Manisnya pas. Jempol dua untuk sarapan kali ini. 

Miniatur Museum Tsunami

Setelah kenyang, kami pergi menuju Museum Tsunami (Aceh Tsunami Museum). Museum yang dibuka tahun 2009 ini merupakan museum paling bagus nomor 2 setelah Museum Bank Indonesia (versi saya anak ekonomi). Kalau dilihat dari luar bentuknya unik, beda dengan museum-museum yang pernah saya kunjungi. Museum ini dibangun oleh Kang Emil alias Pak Ridwan Kamil, walikota Bandung. Entrance Fee? It's free guys!

Yang paling tidak terlupakan dari museum ini adalah perasaan saat mulai berjalan masuk. Begitu masuk, anda akan melewati sebuah lorong, gelap, dengan air mengalir dari samping kanan kiri dan suara ombak dicampur dengan lantunan kalimat suci, Tepat saat itu saya merasa merinding, syahdu dan sendu. Membayangkan suasana tsunami di tahun 2004. Setelah lorong, anda akan melewati komputer-komputer penuh dengan kumpulan foto tsunami lalu ruangan penuh dengan nama nama korban wafat dimana ujung atapnya tertuliskan lafadz Allah. Ya. Memang semua akan kembali kepada Allah S.W.T. :')
Lafadz Allah diatas nama
para korban tsunami

Para korban yang wafat





Setelah fase itu akan akan melewati jembatan yang di atap-atapnya dihias bendera berbagai bangsa (namanya Jembatan Harapan). Di hulu jembatan itu, anda akan merasa lega. Oh. Bencana tsunami telah berakhir. Kang Emil, I like the concept of the museum. :)
Pemandangan di Bridge of Hope

Setelah itu, si Museum akan bercerita tentang proses recovery tsunami melalui foto-foto dan diorama-diorama yang tertata bagus. 

Museum tsunami selesai dan kami pergi ke PLTD Apung. Ceritanya, PLTD ini adalah sebuah kapal besar yang digunakan untuk memproduksi listrik via tenaga diesel. Awalnya kapal ini ada di pesisir pelabuhan Ulee Lheu. Namun karena kedahsyatan gelombang tsunami, kapal besar ini akhirnya karam di tengah kota Banda Aceh. Museum ini tutup di jam sholat dhuhur, sehingga kami hanya bisa foto foto di luar saja.

Kapal PLTD Ulee Lheu, sekarang sudah pensiun.
Then, we are going tooo~ Masjid Baiturrahman. Fyi, ini masjid dari jaman SD berkesan sekali  di pikiran saya (ceritanya dari SD pengen kesini karena sering lihat fotonya di buku diktat). Agung dan tentram tampaknya. Sayang, saat saya ke sana masjid ini sedang direnovasi, jadi bagian depan ditutup semua. Padahal dalam foto di buku diktat SD, semua tampak depan. Karena terobsesi (maklum ya), akhirnya saya memanjat dinding dekat tempat wudhu demi bisa foto dengan masjid ini. :')
Ini aslinya manjat ya. B)
Saatnya makan siang, ditemani Pak Sopir yang baik, kami makan siang di mie paling terkenal di Aceh, Mie Razali. Ini kedua kalinya saya makan mie Aceh (yang beneran). Sebelumnya saya pernah makan mie Aceh Titi Bobrok di Medan dan rasanya sama-sama endeus. Harganya juga standar (tapi lupa. Hehehe). 

Kapal Di Atas Rumah. 
Tempat terakhir yang kami datangi adalah Monumen Kapal di Atas Rumah. Selain kapal PLTD Apung, ada kapal lain yang karam di perumahan penduduk. Kalau kapal PLTD memang kapal besar dan berat, kapal kali ini adalah kapal nelayan biasa yang terhempas dari Ulee Lheu ke salah satu rumah di Banda Aceh. Hikmahnya, kapal ini merupakan penolong orang-orang sekitar yang hampir terhempas ombak tsunami. Di sana kami mendengarkan cerita seorang ibu, salah satu warga yang selamat dengan menggunakan kapal tersebut, mengenai kisah tsunami. Di akhir sang ibu menyelipkan nasihat, bahwa pertolongan Allah sering datang tanpa disangka, maka jangan lalai untuk terus berdoa dan mengaji Alquran. :')

this is the mother I am talking about. She was talking in local language and fortunately we have local in our team. :)

Di bandara dan saat menulis artikel ini, saya merasa perjalanan saya ke Banda Aceh adalah perjalanan spiritual dan menguatkan iman. Semua rekam jejak, cerita dan petuah yang ada semakin meyakinkan saya akan kebesaran Tuhan. Jangan rakus, jangan tamak karena semua yang kau punya bisa dengan sekejap diambil olehNya. 

Keliling kota Banda Aceh tidak memerlukan waktu lama karena hampir semua tempat wisata berdekatan tempatnya dan tidak macet. Kami hanya spare waktu kurang dari 12 jam dan telah cukup banyak mengunjungi dan melakukan rekam jejak. Di bandara pun kami masih punya cukup waktu untuk persiapan mengudara kembali. So, dont hesitate to visit Banda Aceh. One thing you should know, Banda Aceh is so hoooootttt! Dont forget your sunblock girls!

Perjalanan Banda Aceh selesai dan saya akan menceritakan Medan di artikel selanjutnya. Karena Medan adalah kota khusus yang pernah saya tinggali 2 bulan, jadi ceritanya lebih banyak. Hope you enjoy the stories :)