Journey 2016 : Sabang - Banda Aceh - Medan (Februari) - 1

Ini perjalanan singkat sih sebenarnya. Hanya berjalan selama tiga hari. Sehari di masing-masing kota. Dan diniatkan untuk merasakan empat jenis pesawat yang berbeda pabrikannya. Tiga pesawat itu adalah Boeing 737-800 NG, ATR 72-600 (baling-baling), CRJ1000 dan Airbus 330-200. Lengkap ya. Hahaha. Kali ini saya bersama tiga orang teman kuliah plus satu rekan kerja dan semuanya cewek. :)
The Crew of North Sumatra Roundtrip 2016
Awalnya, kami merencanakan berangkat di bulan Oktober 2015 dengan rute Sabang-Banda Aceh- Medan-Palembang selama empat hari. Tetapi, bencana asap membuat jadwal penerbangan kami ke Sabang dicancel dan diminta mengundur penerbangan dua hari kemudian. Galau karena jadwal yang kacau, kami akhirnya melakukan reschedule ticket untuk keberangkatan di bulan Februari 2016, namun dengan terpaksa rute Palembang di akhir itinerary kami hapus karena  terbatas
waktu dan eman cuti.

CRJ-1000. BTJ-KNO. Kalau ATR, Boeing sama Airbus udah sering liat kan ya. 

1. Sabang

Terbang dengan pesawat paling pagi, kami tiba di Sabang sekitar pukul sebelas siang. Kami langsung ke hotel untuk menaruh barang-barang dan menunggu tour guide yang kebetulan teman kami sendiri selesai beribadah sholat Jumat. Kami menginap di Casanemo, penginapan di pinggir Pantai Sumur Tiga. Kalau mau melihat Sunrise ya disini ini tempatnya.
Sunrise di Pantai Sumur Tiga, Belakang Casanemo

Selepas Sholat Jumat kami langsung pergi ke tempat snorkeling di daerah Iboih. Dari situ kami menyewa kapal ke Rubiah. Kami dikenakan biaya sewa 500 ribu rupiah lengkap dengan peralatan snorkelingnya. Perjalanan ke Pulau Rubiah tidak sampai setengah jam. 

Rubiah merupakan tempat snorkeling yang recommended. Ombak sangat kecil dan laut landai, sehingga kemungkinan tenggelam dan terbawa arus juga kecil. Hal ini menguntungkan bagi orang-orang yang tidak bisa berenang seperti saya. Kondisi perairan juga masih bersih dan alami sekali. Ikan yang ada banyak, lucu dan bermacam macam. Terumbu karang belum banyak yang rusak. Apik lah ya pokoknya. Sayang oh sayang, memory card GoPro teman saya bervirus, sehingga fotonya corrupted semua. Tapi kalau mau tahu foto-foto Sabang yang lain sih boleh intip instagram @solpapuji. Dijamin seketika pengen ke sana. :)

Kami selesai snorkeling sekitar pukul 5 sore, maunya sih lihat sunset di tugu nol kilometer yang jaraknya hanya setengah jam dari situ. Tapi cewek lah ya. Mandi  rencana 15 menit tapi extend jadi sejam. Hehehe. Gagal lah rencana ke Tugu Nol Kilometer. Kami akhirnya balik ke hotel dan makan malam di Taman Wisata Kuliner Kota Sabang. Yang wajib dicoba disini adalah Sate Guritaa~ Rasanya biasa aja sih. Cuman kapan lagi kan makan sate Gurita di tengah semilir angin pantai. Eits, waktu itu anginnya kenceng sih bukan semilir. :)

Puncak Balohan

Esoknya kami pergi ke puncak Balohan (spot selfie). Setelah itu baru  menuju pelabuhan untuk melanjutkan perjalanan ke Aceh dengan menggunakan speedboat (Ada kapal lambat juga. Sebelum pergi lebih baik cek jadwal di internet). Perjalanan dari Casanemo ke Balohan memakan waktu sekitar 1 jam. Saat itu kami mengambil kelas bisnis dengan harga 80 ribu rupiah per kursi. 






2. Banda Aceh

Perjalanan ke Banda Aceh (Pelabuhan Ulee Lheu) memakan waktu sekitar 1 jam. Perjalanan saat itu tidak seberapa mulus, Karena ber-AC, semua jendela di kapal ditutup sehingga bau mesin berputar terus di ruangan. Selain itu ombak lumayan besar dan sangat berasa karena kapal berkecepatan tinggi. Hasil akhirnya adalah mabok laut, meskipun tidak sampai muntah namun kepala pening tak terhindarkan,

Begitu keluar dari pelabuhan Ulee Lheu akan ada banyak orang yang menawarkan jasa sewa mobil. Saat itu kami mendapatkan harga 300 ribu rupiah untuk jalan-jalan setengah hari di kota Banda Aceh. 

Tempat pertama yang kami datangi adalah tempat sarapan. Hahaha. Sarapan kali ini adalah Nasi Gurih (Nasi Lemak) dan Teh Tarik. Saat itu kami dibawa Pak Sopir ke warung di daerah ruko/pasar dekat dengan Masjid Baiturrahman. Lupa nama jalannya ya. Komen pertama, nasinya enak banget ASELI! Jika dibandingkan dengan nasi lemak Kuala Lumpur dan Nasi Uduk Jawa, Nasi Gurih Banda Aceh nomor satu lah so far! Teh tariknya juga tidak eneg seperti teh susu di Jawa. Manisnya pas. Jempol dua untuk sarapan kali ini. 

Miniatur Museum Tsunami

Setelah kenyang, kami pergi menuju Museum Tsunami (Aceh Tsunami Museum). Museum yang dibuka tahun 2009 ini merupakan museum paling bagus nomor 2 setelah Museum Bank Indonesia (versi saya anak ekonomi). Kalau dilihat dari luar bentuknya unik, beda dengan museum-museum yang pernah saya kunjungi. Museum ini dibangun oleh Kang Emil alias Pak Ridwan Kamil, walikota Bandung. Entrance Fee? It's free guys!

Yang paling tidak terlupakan dari museum ini adalah perasaan saat mulai berjalan masuk. Begitu masuk, anda akan melewati sebuah lorong, gelap, dengan air mengalir dari samping kanan kiri dan suara ombak dicampur dengan lantunan kalimat suci, Tepat saat itu saya merasa merinding, syahdu dan sendu. Membayangkan suasana tsunami di tahun 2004. Setelah lorong, anda akan melewati komputer-komputer penuh dengan kumpulan foto tsunami lalu ruangan penuh dengan nama nama korban wafat dimana ujung atapnya tertuliskan lafadz Allah. Ya. Memang semua akan kembali kepada Allah S.W.T. :')
Lafadz Allah diatas nama
para korban tsunami

Para korban yang wafat





Setelah fase itu akan akan melewati jembatan yang di atap-atapnya dihias bendera berbagai bangsa (namanya Jembatan Harapan). Di hulu jembatan itu, anda akan merasa lega. Oh. Bencana tsunami telah berakhir. Kang Emil, I like the concept of the museum. :)
Pemandangan di Bridge of Hope

Setelah itu, si Museum akan bercerita tentang proses recovery tsunami melalui foto-foto dan diorama-diorama yang tertata bagus. 

Museum tsunami selesai dan kami pergi ke PLTD Apung. Ceritanya, PLTD ini adalah sebuah kapal besar yang digunakan untuk memproduksi listrik via tenaga diesel. Awalnya kapal ini ada di pesisir pelabuhan Ulee Lheu. Namun karena kedahsyatan gelombang tsunami, kapal besar ini akhirnya karam di tengah kota Banda Aceh. Museum ini tutup di jam sholat dhuhur, sehingga kami hanya bisa foto foto di luar saja.

Kapal PLTD Ulee Lheu, sekarang sudah pensiun.
Then, we are going tooo~ Masjid Baiturrahman. Fyi, ini masjid dari jaman SD berkesan sekali  di pikiran saya (ceritanya dari SD pengen kesini karena sering lihat fotonya di buku diktat). Agung dan tentram tampaknya. Sayang, saat saya ke sana masjid ini sedang direnovasi, jadi bagian depan ditutup semua. Padahal dalam foto di buku diktat SD, semua tampak depan. Karena terobsesi (maklum ya), akhirnya saya memanjat dinding dekat tempat wudhu demi bisa foto dengan masjid ini. :')
Ini aslinya manjat ya. B)
Saatnya makan siang, ditemani Pak Sopir yang baik, kami makan siang di mie paling terkenal di Aceh, Mie Razali. Ini kedua kalinya saya makan mie Aceh (yang beneran). Sebelumnya saya pernah makan mie Aceh Titi Bobrok di Medan dan rasanya sama-sama endeus. Harganya juga standar (tapi lupa. Hehehe). 

Kapal Di Atas Rumah. 
Tempat terakhir yang kami datangi adalah Monumen Kapal di Atas Rumah. Selain kapal PLTD Apung, ada kapal lain yang karam di perumahan penduduk. Kalau kapal PLTD memang kapal besar dan berat, kapal kali ini adalah kapal nelayan biasa yang terhempas dari Ulee Lheu ke salah satu rumah di Banda Aceh. Hikmahnya, kapal ini merupakan penolong orang-orang sekitar yang hampir terhempas ombak tsunami. Di sana kami mendengarkan cerita seorang ibu, salah satu warga yang selamat dengan menggunakan kapal tersebut, mengenai kisah tsunami. Di akhir sang ibu menyelipkan nasihat, bahwa pertolongan Allah sering datang tanpa disangka, maka jangan lalai untuk terus berdoa dan mengaji Alquran. :')

this is the mother I am talking about. She was talking in local language and fortunately we have local in our team. :)

Di bandara dan saat menulis artikel ini, saya merasa perjalanan saya ke Banda Aceh adalah perjalanan spiritual dan menguatkan iman. Semua rekam jejak, cerita dan petuah yang ada semakin meyakinkan saya akan kebesaran Tuhan. Jangan rakus, jangan tamak karena semua yang kau punya bisa dengan sekejap diambil olehNya. 

Keliling kota Banda Aceh tidak memerlukan waktu lama karena hampir semua tempat wisata berdekatan tempatnya dan tidak macet. Kami hanya spare waktu kurang dari 12 jam dan telah cukup banyak mengunjungi dan melakukan rekam jejak. Di bandara pun kami masih punya cukup waktu untuk persiapan mengudara kembali. So, dont hesitate to visit Banda Aceh. One thing you should know, Banda Aceh is so hoooootttt! Dont forget your sunblock girls!

Perjalanan Banda Aceh selesai dan saya akan menceritakan Medan di artikel selanjutnya. Karena Medan adalah kota khusus yang pernah saya tinggali 2 bulan, jadi ceritanya lebih banyak. Hope you enjoy the stories :)

0 comments:

Post a Comment