Islam, Perpecahan dan Persatuan

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (QS Al-Imran:103)

1.      Perpecahan dalam umat Islam
Perpecahan dan perselisihan bukan lah hal baru dalam sejarah umat Islam. Tercatat sehari setelah Rasulullah wafat, telah terjadi perselisihan di kalangan umat dalam menentukan pengganti pemimpin umat. Pada saat itu perselisihan diselesaikan dengan musyawarah dan diakhiri dengan baiat Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama setelah Nabi S.A.W. Meskipun demikian, terdapat golongan yang tidak puas dengan hasil musyawarah tersebut namun belum menghasilkan konflik yang berarti.

Perpecahan umat Islam mulai nyata pada zaman kekhalifahan Utsman bin Affan. Kondisi politik yang tidak lagi kondusif dan terdapat beberapa kelompok yang menyebarkan fitnah di kalangan kaum muslimin. Hal ini menyebabkan terjadinya perang antar sesame Muslim. Sejak terbunuhnya Utsman bin Affan hingga hari ini umat Islam tidak lagi memiliki pemimpin yang diakui oleh semua pihak. Setiap kelompok mempunyai pemimpinnya tersendiri dan tidak mengakui pemimpin dari kelompok lain. Islam saat ini memiliki banyak aliran seperti Asya’ariyah, Syiah, Maturidiyah, Jabariyah, dan Mu’tazilah. Munculnya aliran tersebut berawal dari perbedaan dalam memahami ajaran Islam. Perbedaan pemikiran tersebut, jika bergesekan dengan kepentingan politik, maka akan berkembang menjadi perpecahan dan konflik yang pada akhirnya berujung pada perebutan kekuasaan, seperti yang terjadi pada Perang Teluk, konflik saudara di Syria dan Yaman.

Umat Islam di Indonesia pun tidak luput dari perpecahan tersebut. Ketika masa awal kemerdekaan, sebagian besar ormas Islam tergabung ke dalam Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang berubah menjadi Masyumi. Masyumi kemudian terpecah karena perbedaan paham yang ditandai dengan keluarnya Sarekat Islam yang disusul oleh NU.

Rasulullah dalam beberapa riwayat hadits telah mengingatkan bahwa umat Islam akan terpecah.
-          Dari Abdullah bin Umar berkata, Rasulullah saw bersabda: “Akan datang atas umatku apa yang telah datang atas Bani Israil sejengkal demi sejengkal, hingga jika diantara mereka ada yang menzinahi ibunya secara terang-terangan maka di umatku juga akan ada yang melakukannya, dan sungguh Bani Israil itu telah terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu golongan.” Para sahabat bertanya: golongan apa itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Orang yang mengikut apa yang aku dan para sahabatku berpijak di atasnya.”
-          Dari sahabat Sa’ad bin Abi Waqqas radhiallahu’anhu, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Aku memohon tiga hal kepada Tuhanku (Allah), maka Ia mengkabulkan dua hal dan menolak satu hal: Aku memohon agar Ia tidak membinasakan umatku dengan paceklik (kekeringan), maka Ia mengkabulkannya, dan aku memohon agar Ia tidak membinasakan umatku dengan ditenggelamkan (banjir), maka Ia mengkabulkannya, dan aku memohon agar Ia tidak menjadikan kekuatan mereka menimpa sesama mereka (perpecahan), maka Ia tidak mengkabulkannya.(HR Muslim).

2.      Penyebab perpecahan
Keislaman, keimanan, ketakwaan, persaudaraan, solidaritas, persatuan, dan kesatuan dalam jamaah adalah nikmat yang harus disyukuri. Caranya adalah dengan menjaga dan tidak merusaknya. Di antara hal yang merusak nikmat ini adalah perpecahan.

Jaziman dalam buku Rasmul Bayan Tarbiyah menyebutkan faktor-faktor peyebab perpecahan umat Islam adalah sebagai berikut:
a.       Melanggar janji. Janji yang dimaksud adalah janji untuk berpegang pada tali Allah berupa keimanan yang diikrarkan, bahkan sejak manusia belum terlahirkan ke muka bumi. Janji untuk beriman; berpegang pada kitab suci-Nya; mengikuti dan mendukung Rasul-Nya; serta memperjuangkan dan menegakkan syariat-Nya di muka bumi. Pelanggaran terhadap janji ini akan mengundang kutukan Allah dan mengerasnya hati.
b.      La’natullah (kutukan Allah). Rahmat Allah luas dibanding kemurkaan-Nya. kutukan tidak akan terjadi kecuali karena dosa yang melampaui batas kewajaran.
c.       Kekerasan Hati. Pelanggaran janji dan laknat Allah menyebabkan hati mengeras. Bila hati sudah mengeras, ia akan lebih keras dibanding batu yang paling keras sekalipun. Rasulullah saw. mengatakan kekerasan hati merupakan satu hal yang menyebabkan kesengsaraan.
d.      Mempermainkan manhaj (Pedoman). Di antara bentuk-bentuk permainan terhadap pedoman yang telah dilakukan oleh Bani Israil adalah mengganti hukum-hukum yang mereka pandang tidak menguntungkan dengan hukum yang selaras dengan nafsu. Di samping itu mereka sangat diskriminatif.
e.       Melupakan minhaj. Kebiasaan mempermainkan minhaj menyebabkan mereka tidak sungkan-sungkan untuk melupakannya sama sekali.
f.       Pengkhianatan. Pengkhianatan terhadap amanah ilahiyah menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka. Bila ini terjadi, tidak ada lagi kepercayaan terhadap sesama dan pada saat itulah terjadi perpecahan.

Sedangkan Nuruddin Muhammad Zanky pada tulisannya yang dipublikasikan oleh Era Muslim menyebutkan empat faktor penyebab perpecahan umat Islam:
-          Lemahnya pengetahuan islam
Kurangnya pemahaman terhadap berbagai metode yang digunakan oleh para ulama dalam melakukan istinbath terhadap suatu hukum, tentu akan memperluas wawasan seseorang mengenai hakikat perbedaan itu sendiri, sehingga jika mereka menemui adanya perbedaan, maka alasan dasar mengapa perbedaan itu terjadi sudah dapat dianalisa dengan baik. Namun yang terjadi di masa sekarang adalah kebalikannya. Umat muslim kurang dapat memahami hal tersebut, sehingga kemudian mudah terprovokasi oleh isu-isu yang belum dapat diklarifikasi kebenarannya dan fitnah yang dilakukan oleh oknum tertentu.

-          Konspirasi kaum kuffar
Melalui 3F (Food, Fashion dan Film) ditambah lagi Finance, para kaum kafir menyerang pemikiran umat muslim dari berbagai arah. Mereka menggunakan perencanaan yang matang, pengorganisasian yang profesional, dan didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai berupa media, sarana pendidikan, hiburan dan olahraga serta lembaga sosial. Serangan pemikiran yang bertubi-tubi ini menyebakan perusakan akhlaq, melarutkan kepribadian Islam dan pemurtadan. Dalam sebuah atsar dikatakan bahwa kejahiliyahan yang terorganisasi akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir. Pembebasan umat dari problematika di atas hanya dapat dilakukan dengan meningkatkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan, pendidikan [tarbiyah], dan jihad fii sabilillah.

-          Tidak adanya khilafah Islamiyah
Tidak adanya susunan pemerintahan yang diatur menurut ajaran Islam, dimana aspek-aspek yang berkenaan dengan pemerintahan seluruhnya berlandaskan ajaran Islam.

-          Sekulerisme dan Ketidakpedulian penguasa
Sekularisme atau pemisahan agama dengan aktivitas dunia menyebabkan masyarakat kurang peduli dengan agamanya, melemahkan akhlaq, menciptakan sikap wahn dan menghalangi penegakan syariat. Hal ini ditambah lagi dengan penguasa yang tidak peduli dengan dakwah Islam, sehingga perlawanan terhadap serangan pemikiran, fitnah dan provokasi tidak teroganisir dan berjalan sendiri-sendiri antar kelompok. Hal ini tentunya semakin melemahkan umat.

3.      Larangan keluar dari Jamaah dan Solusi terhadap perpecahan
Allah S.W.T melarang kita untuk berpecah belah dan keluar dari jamaah. Dalam tafsir Al-Qurthubi mengenai QS Ali Imron ayat 103, Allah Ta’ala mewajibkan kita berpegang kepada kitabNya dan Sunnah NabiNya, serta - kembali kepada keduanya ketika berselisih. Dan memerintahkan kita bersatu di atas landasan Al Kitab dan As Sunnah, baik dalam keyakinan dan perbuatan.

Dan janganlah kamu termasuk orang yang menyekutukan Allah yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS. Ar-Ruum [30] : 31-32)

Dari Ibnu Mas’ud radiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa saya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) adalah utusan Allah kecuali dengan tiga sebab : Orang tua yang berzina, membunuh orang lain (dengan sengaja), dan meninggalkan agamanya berpisah dari jamaahnya. (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Betapapun Allah Mahakuasa namun sunnah-Nya mengatakan bahwa kemenangan itu hanya akan terwujud apabila ada jamaah yang memperjuangkannya di muka bumi. Sampai detik ini, jamaah yang dimaksud belum wujud di bumi. Karena itu, sesuai kapasitasnya masing-masing, setiap mukmin mengemban tanggung jawab untuk mewujudkannya. Semangat jamaah yang harus dicapai adalah:
-          Berpegang pada tali Allah saja yaitu Al-Quran dan Sunnah.
-          Tidak bercerai-berai
-          Penyatuan hati
-          Ukhuwah Islamiyah 
Rasulullah merupakan sosok yang ‘exceptionally genius’, karena telah berhasil membangun jamaah dengan menyatukan sebagian besar suku yang ada di jazirah Arab. Hal ini karena Rasulullah mampu membentuk umatnya melalui suri tauladan yang baik, pelaksanaan syariat secara penuh dan semangat persaudaraan yang kuat (Ukhuwah Islamiyah). Persatuan umat akan semakin kuat dengan adanya Ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah sebagaimana digambarkan Rasulullah SAW. dan diuraikan dengan bahasa kontemporer oleh Imam Hasan al-Banna tidak akan tercapai kecuali bila melalui tahapan dan tangga-tangganya, yaitu komunikasi, baik personal maupun kolektif. Komunikasi dapat dicapai dengan pertemuan langsung melalui silaturahim, maupun tidak langsung dengan menggunakan sarana tradisional maupun modern. Komunikasi di zaman ini memberikan kemudahan lebih besar bi meluasnya jaringan dakwah dan ukhuwah islamiyah. Berikut adalah tahapan tahapan ukhuwah :
  1.  Ta’aruf [saling mengenal]
Bukan hanya mengenalinya secara fisik, namun juga mengenali aspek pemikiran, kejiwaan, latar belakang diri dan keluarganya, kelebihan-kekurangannya, dan lain sebagainya.
2.      Tafahum [saling memahami]
Kesepakatan yang harus dibangun dimulai dengan kesepahaman dalam hal-hal prinsip, lantas dilanjutkan untuk saling memahami hal-hal yang sekunder. Bila ini dapat dilakukan, akan dapat dicapai kesatuan hati, satunya pemikiran, bahkan terimplementasikan dalam bentuk kesatuan amal dalam amal jama’i.
3.      Ta’aawun [saling membantu]
Mereka suka rela membantu baik dalam hal-hal yang menyangkut urusan hati, pikiran, maupun amaliyah. Ta’awun hati diwujudkan dalam bentuk empati dan kepedulian misalnya; ta’awun fikri diwujudkan dengan memberi saran dan sumbangan pemikiran; ta’awun amali dalam bentuk bantuan dan pertolongan secara materi, dan lain sebagainya.
4.      Takaaful [saling sepenanggungan]
Pada tingkat ini seorang mukmin benar-benar merasakan bahwa ia adalah bagian yang tak terpisahkan dari saudaranya. Bagai jasad yang satu, bila ada bagian tubuhnya yang mengaduh seluruh jasad akan tidak dapat tidur dan merasakan demam. Pada tahab ini mereka benar-benar telah menyatu dan saling mencinta. Bila seluruh tahapan ini tercapai, insya Allah akan terwujud kesatuan barisan dan kesatuan umat.
Source :
Hadits Arbain Nawawi
Jaziman. 2014. Rasmul Bayan Tarbiyah. https://rasmulbayantarbiyah.wordpress.com. Diakses pada tanggal 9 Maret 2017
Muhammad Umar Jiau Al-Haq. 2016. Syahadatain Syarat Utama Tegaknya Syariat Islam. Pustaka Islamika
Fikri Mahmud. Politik Dan Perpecahan Umat Islam: Latar Belakang Sejarah. http://fikrimahmud.tripod.com/. Diakses pada tanggal 9 Maret 2017

0 comments:

Post a Comment